Seni Ukir Tradisional Jepara Terkenal Dengan Bahan Dasar Dari

Seni Ukir Tradisional Jepara Terkenal Dengan Bahan Dasar Dari

Kombinasi batik-tenun

Selain batik dan tenun, adapula kain hasil kombinasi keduanya. Bahan dasarnya adalah kain lurik dan dikerjakan dengan teknik tenunan sehingga metode batik tulis tidak dapat diaplikasikan.

Batik Tenun metode cap. (Sumber: Fitinline.com)

Batik Tenun metode sablon. (Sumber: Fitinline.com)

Caranya, kain lurik terlebih dahulu ditenun untuk kemudian ditambahkan motif batik dengan metode cap dan sablon. Jadilah batik dengan tekstur unik tenun khas Jepara!

Setelah membaca artikel ini, Anda sudah tahu, kan, harus membawa buah tangan apa jika mengunjungi Jepara? :)

Referensi: Fitinline.com, Kaintroso.com, Blog NgertiBatik

Jepara adalah sebuah kota yang terletak di pantai utara Jawa Tengah. Selain dikenal sebagai kota ukir kayu yang menghasilkan berbagai furnitur berkualitas tinggi, ternyata Jepara juga berpotensi dalam seni tekstil.

Setidaknya terdapat 3 jenis kain tradisional yang diproduksi di Jepara. Masing-masing memiliki keunikannya tersendiri. Yuk, kenalan dengan mereka!

Kriya batik Jepara memang tidak sepopuler saudaranya, tenun Troso. Bahkan, kini batik tersebut sudah jarang beredar. Padahal, perkembangannya sudah dimulai sejak era Ibu Kartini, lho.

Alkisah, Ibu Kartini mahir membatik dan turut mengajarkan keterampilan tersebut kepada para wanita di sekitar kediamannya. Beliau juga menulis karangan tentang batik dalam Bahasa Belanda. Karena beliau berperan penting dalam perkembangan batik Jepara, namanya pun diabadikan dalam salah satu motif.

Motif Parang Poro. (Sumber: Blog NgertiBatik)

Parang Poro: Menggambarkan ranting dan daun yang saling berkait. Maknanya yaitu dalam kehidupan, manusia saling membutuhkan.

Motif Sekar Jagat Bumi Kartini. (Sumber: Blog NgertiBatik)

Sekar Jagat Bumi Kartini: Merupakan modifikasi motif Sekar Jagat dengan garis pembatas berbentuk bunga melati. Motif ini mengandung harapan bahwa batik Jepara akan lebih dikenal di seantero negeri.

Kain tenun Troso berasal dari Desa Troso, Kabupaten Jepara dan mulai diproduksi sejak 1935. Awalnya kain tersebut dibuat menggunakan alat tenun gedog, berganti ke alat tenun pancal pada 1943, dan pada 1946 beralih ke Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) sampai saat ini.

Bahan kain yang dipergunakan antara lain sutra untuk tenun kelas atas dan katun untuk tenun kualitas reguler. Motif yang terkenal yaitu motif airbrush, motif wayang, dan motif etnik.

Kain tenun Jepara. (Sumber: Blog Karya Tenun Jepara)

Selain dijual dalam bentuk potongan kain, tenun Troso juga diolah menjadi sajadah, sarung, taplak meja, dan berbagai kreasi unik lainnya. Setiap meternya kain tenun Troso dibanderol mulai Rp10.000,00-Rp35.000,00 sementara harga perpotongnya berkisar antara Rp100.000,00-Rp600.000,00.

Daun Trubusan sebagai ciri khas ukiran Jepara

Ukiran Jepara | Foto: Dejepara

Motif yang menunjukkan bahwa ukiran tersebut berasal dari Jepara adalah corak dan motifnya. Motif yang sangat terkenal dari ukiran Jepara adalah daun Trubusan yang terdiri dari dua macam. Pertama, daun yang keluar dari tangkai relung. Kedua, daun yang keluar dari cabang atau ruasnya.

Kemudian, ukiran Jepara juga terlihat dari motif Jumbai yang daunnya akan terbuka seperti kipas dan ujungnya meruncing. Ukiran Jepara juga menggunakan material bermutu tinggi, seperti kayu jati dan kayu-kayu lain yang terbukti kualitasnya.

Harga mebel Jepara memang relatif mahal, tetapi hal ini sepadan dengan kualitasnya yang tinggi dan berkelas. Ukiran Jepara ini, memiliki kandungan minyak alami yang membuatnya tahan air dan serangan rayap. Maka dari itu, sudah tak perlu diragukan lagi kualitas dari ukir kelas dunia ini.*

Referensi: Kompas | Indonesia.go.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jepara adalah sebuah kota yang terletak di pantai utara Jawa Tengah. Selain dikenal sebagai kota ukir kayu yang menghasilkan berbagai furnitur berkualitas tinggi, ternyata Jepara juga berpotensi dalam seni tekstil.

Setidaknya terdapat 3 jenis kain tradisional yang diproduksi di Jepara. Masing-masing memiliki keunikannya tersendiri. Yuk, kenalan dengan mereka!

Kriya batik Jepara memang tidak sepopuler saudaranya, tenun Troso. Bahkan, kini batik tersebut sudah jarang beredar. Padahal, perkembangannya sudah dimulai sejak era Ibu Kartini, lho.

Alkisah, Ibu Kartini mahir membatik dan turut mengajarkan keterampilan tersebut kepada para wanita di sekitar kediamannya. Beliau juga menulis karangan tentang batik dalam Bahasa Belanda. Karena beliau berperan penting dalam perkembangan batik Jepara, namanya pun diabadikan dalam salah satu motif.

Motif Parang Poro. (Sumber: Blog NgertiBatik)

Parang Poro: Menggambarkan ranting dan daun yang saling berkait. Maknanya yaitu dalam kehidupan, manusia saling membutuhkan.

Motif Sekar Jagat Bumi Kartini. (Sumber: Blog NgertiBatik)

Sekar Jagat Bumi Kartini: Merupakan modifikasi motif Sekar Jagat dengan garis pembatas berbentuk bunga melati. Motif ini mengandung harapan bahwa batik Jepara akan lebih dikenal di seantero negeri.

Kain tenun Troso berasal dari Desa Troso, Kabupaten Jepara dan mulai diproduksi sejak 1935. Awalnya kain tersebut dibuat menggunakan alat tenun gedog, berganti ke alat tenun pancal pada 1943, dan pada 1946 beralih ke Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) sampai saat ini.

Bahan kain yang dipergunakan antara lain sutra untuk tenun kelas atas dan katun untuk tenun kualitas reguler. Motif yang terkenal yaitu motif airbrush, motif wayang, dan motif etnik.

Kain tenun Jepara. (Sumber: Blog Karya Tenun Jepara)

Selain dijual dalam bentuk potongan kain, tenun Troso juga diolah menjadi sajadah, sarung, taplak meja, dan berbagai kreasi unik lainnya. Setiap meternya kain tenun Troso dibanderol mulai Rp10.000,00-Rp35.000,00 sementara harga perpotongnya berkisar antara Rp100.000,00-Rp600.000,00.

Sejak abad ke-19 daerah Jepara telah dikenal luas sebagai daerah yang memproduksi mebel dan ukiran yang terkenal di Indonesia. Terbukti dengan adanya penghargaan dari beberapa kalangan baik dalam dan luar negeri dan menyatakan Jepara sebagai sebuah kawasan terpadu penghasil mebel dan ukiran.

Di kota Jepara, kegiatan mengukir dan memahat untuk menghasilkan mebel dan karya seni ukiran telah menjadi bagian dari budaya, seni, ekonomi, sosial dan politik yang telah lama terbentuk dan sukar untuk dipisahkan dari akar sejarahnya.

Mebel dan ukir Jepara memiliki sejarah yang cukup panjang karena kemampuan bertukang dan mengukir diturunkan dari generasi ke generasi selanjutnya. Kebiasaan ini pun seakan terasah dan berkembang mengikuti perkembangangan zaman yang semakin maju, namun jiwa seni dan ketrampilan yang dimiliki oleh para pengrajin ini seakan tertanam dengan kuatnya.

Akan tetapi, saat zaman berubah, kemampuan yang dulu bersifat otodidak sekarang dikembangkan seiring dengan peningkatan jumlah peminat dari dalam dan luar daerah bahkan luar negeri. Berbagai Lembaga Pendidikan telah didirikan untuk memberi pelatihan Teknik mebel, ukir, dan desain yang semakin berkembang tanpa meninggalkan ciri khas kekayaan seni lokal daerah itu sendiri.

Legenda Turun Temurun

Legenda tentang pengukir dan pelukis dari zaman Raja Brawijaya dari Kerajaan Majapahit diceritakan secara turun temurun di kota Jepara. Saking kuatnya legenda itu ditanamkan, sehingga orang mempercayainya sebagai sejarah awal kenapa kota ini begitu terkenal dengan ukirannya dan para pengerjanya begitu mahir menciptakan karya seni ini.

Konon dahulu kala Prabangkara, ahli lukis dan ukir itu, dipanggil oleh Raja Brawijaya untuk melukis isterinya dalam keadaan tanpa busana sebagai wujud cinta sang raja. Sebagai pelukis, ia harus melukis melalui imajinasinya tanpa boleh melihat permaisuri dalam keadaan tanpa busana.

Prabangkara melakukan tugasnya dengan sempurna sampai kotoran seekor cecak jatuh mengenai lukisan itu sehingga lukisan permaisuri mempunyai tahi lalat. Raja sangat puas dengan hasil karya Prabangkara namun begitu melihat tahi lalat tersebut, maka marahlah sang raja dan menuduh Prabangkara melihat permaisuri tanpa busana karena lokasi tahi lalatnya persis dengan kenyataannya.

Prabangkara pun dihukum dengan diikat di layang-layang, diterbangkan, dan kemudian jatuh di Belakang Gunung yang kini bernama Mulyoharjo. Prabangkara kemudian mengajarkan ilmu ukir kepada warga Jepara dan kemahiran ukir warga Jepara bertahan hingga sekarang.

Ukiran Jepara sudah ada sejak zamannya pemerintahan Ratu Kalinyamat sekitar tahun 1549. Anak perempuan Ratu bernama Retno Kencono mempunyai peranan yang besar bagi perkembangan seni ukir. Di zaman ini kesenian ukir berkembang dengan sangat pesat ditambah dengan adanya seorang menteri bernama Sungging Badarduwung yang berasal dari Campa dan sangat ahli dalam seni ukir. Sementara daerah Belakang Gunung diceritakan terdapat sekelompok pengukir yang bertugas untuk melayani kebutuhan ukir keluarga kerajaan.

Semakin hari kelompok ini berkembang menjadi semakin banyak karena desa-desa tetangga mereka pun ikut belajar mengukir. Namun, sepeninggal Ratu Kali Nyamat, perkembangan mereka terhenti kalau bukan dibilang stagnan dan baru berkembang kemudian di era Kartini, pahlawan wanita yang lahir di Jepara.

Peranan Raden Ajeg Kartini dalam pengembangan seni ukir sangat besar. Ia melihat kehidupan para pengrajin ukir yang tidak beranjak dari kemiskinan dan hal ini sangat mengusik batinnya. Ia kemudian memanggil beberapa pengrajin dari dearah Belakang Gunung  untuk bersama-sama membuat ukiran seperti peti jahitan, meja kecil, figura, tempat perhiasan, dan barang cindera mata lainnya, yang kemudian dijual oleh Raden Ajeng Kartini ke Semarang dan Batavia (sekarang Jakarta), sehingga akhirnya diketahuilah kualitas karya seni ukir dari Jepara ini.

Pesanan pun banyak berdatangan dan hasil produksi pengrajin seni ukir Jepara pun bertambah jenisnya. Sementara itu, Raden Ajeng Kartini pun mulai memperkenalkan karya seni ukir Jepara ke luar negeri dengan memberikan berbagai cindera mata kepada teman-temannya di luar negeri. Seluruh penjualan barang ini setelah dikurangi oleh biaya produksi, uangnya diserahkan secara utuh kepada para pengrajin yang mana dapat menaikkan taraf hidup mereka yang berkecimpung di bidang ini.

Ciri Khas Ukiran Jepara

Ukiran Jepara memiliki ciri khas yang menunjukkan bahwa ukiran itu berasal dari Jepara atau bukan melalui corak dan motifnya. Motif yang sangat terkenal dari ukiran daerah ini adalah Daun Trubusan yang terdiri dari dua macam. Pertama, daun yang keluar dari tangkai relung. Kedua, daun yang keluar dari cabang atau ruasnya.

Ukiran Jepara juga terlihat dari motif Jumbai dimana daunnya akan terbuka seperti kipas lalu ujungnya meruncing. Dan juga ada tiga atau empat biji keluar dari pangkal daun. Selain itu, salah satu ciri khasnya adalah tangkai relung yang memutar dengan gaya memanjang dan menjalar membentuk cabang-cabang kecil untuk mengisi ruang dan memperindahnya. Ciri-ciri khas ini sudah cukup mewakili identitas ukiran Jepara.

Ukiran Jepara mempunyai ciri khas bersifat akomodatif untuk menjaga keseimbangan dan keselarasan dalam lingkungan hidup di masyarakat umum. Hal ini menjadi sangat penting karena masyarakat Jawa mengutamakan keselarasan dalam kehidupannya sehari-hari. Seni ukiran Jepara juga menjadi medium untuk menunjukkan sebuah sikap dan kepribadian, contohnya: ukiran di daerah pesisir sifatnya terlihat lebih terbuka.

Ukiran Jepara berupa mebel dan senir ukir lainnya sudah tidak diragukan lagi kualitasnya baik di dalam maupun di luar negeri. Selain menggunakan material bermutu tinggi seperti kayu jati dan jenis kayu-kayu lain yang sudah terbukti kualitasnya.

Ukiran Jepara berbahan kayu jati, bisa bertahan dengan baik hingga lebih dari 20 tahun lamanya. Selain itu, kayu jati mempunyai tekstur yang halus, serat yang lebih tajam, serta warna yang lebih seragam dibanding jenis kayu-kayu lainnya. Meskipun harga mebel Jepara relatif lebih mahal tapi dengan kualitas yang tinggi dan berkelas, maka harganya pun sebanding dengan nilai seninya yang tinggi.

Tantangan terbesar dari produk ukiran berbahan kayu adalah tingkat ketahanannya terhadap air dan serangan rayap atau ngengat. Satu hal yang menjadikan kualitas ukiran Jepara menjadi salah satu yang terbaik adalah kandungan minyak alami yang membuat produk ukiran Jepara seperti mebel atau furniture tahan air dan serangan rayap.

Dan, hal yang terpenting di samping mutu yang baik, kualitas ukiran Jepara memiliki permukaan yang rata dan tidak bergelombang pada mebel atau furnitur sebagai hasil produksinya. Hal ini akan memberikan kesan mewah pada ruangan dan menjadikannya cocok untuk semua gaya dekorasi apakah itu sentuhan minimalis, klasik atau neo-klasik modern, ukiran Jepara akan tetap terlihat anggun sebagai satu sentuhan bergaya tradisional yang mengesankan. (K-SB)

Budaya, NOLESA.COM – Jepara, sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, dikenal luas sebagai pusat seni ukir kayu yang berkelas dunia.

Dengan julukan “Kota Ukir,” Jepara telah lama menjadi destinasi utama bagi para pecinta seni dan pengrajin kayu dari seluruh dunia dan manca negara.

Seni ukir Jepara tidak hanya memiliki nilai estetika yang tinggi, tetapi juga menyimpan warisan budaya yang kaya dan sejarah panjang yang mencerminkan kearifan lokal.

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sejarah Seni Ukir di Jepara

Sejarah seni ukir di Jepara dapat ditelusuri kembali ke masa Kerajaan Majapahit pada abad ke-15.

Kala itu, seni ukir mulai berkembang di daerah ini berkat pengaruh dari berbagai kebudayaan, termasuk Tiongkok, India, dan Timur Tengah, yang dibawa oleh para pedagang dan pelancong yang singgah di pelabuhan-pelabuhan Nusantara.

Namun, seni ukir Jepara benar-benar mencapai puncak kejayaannya pada masa Ratu Kalinyamat di abad ke-16.

Ratu Kalinyamat, yang dikenal sebagai pelindung seni dan budaya, mendorong perkembangan seni ukir dengan memberikan dukungan penuh kepada para seniman dan pengrajin.

Keunikan Seni Ukir Jepara

Keunikan seni ukir Jepara terletak pada teknik dan motif yang digunakan. Pengrajin Jepara dikenal dengan keahliannya dalam mengukir berbagai jenis kayu, seperti jati, mahoni, dan trembesi, dengan detail dan presisi.

Motif-motif ukiran Jepara sering kali menggambarkan flora, fauna, dan cerita-cerita rakyat yang sarat dengan nilai-nilai filosofis dan keagamaan.

Salah satu motif yang sangat terkenal adalah “motif gebyok,” yang biasanya digunakan untuk pintu dan jendela rumah tradisional.

Gebyok Jepara terkenal dengan ukiran yang rumit dan indah, menggambarkan pemandangan alam atau adegan-adegan mitologis.

Karya seni ukir Jepara tidak hanya diapresiasi di dalam negeri, tetapi juga telah menembus pasar internasional.

Banyak produk ukiran Jepara yang diekspor ke berbagai negara, mulai dari Eropa, Amerika, hingga Timur Tengah.

Produk-produk ini mencakup berbagai macam barang, mulai dari furnitur, patung, panel dinding, hingga suvenir kecil.

Kualitas dan keindahan ukiran Jepara membuatnya menjadi pilihan utama bagi para kolektor dan pecinta seni di seluruh dunia.

Selain seni ukir, Jepara juga memiliki daya tarik lain yang tidak kalah menarik. Kabupaten ini memiliki kekayaan alam yang melimpah, dengan pantai-pantai yang indah dan pulau-pulau kecil yang eksotis.

Di samping itu, Jepara juga dikenal dengan kerajinan tenun troso, sebuah kerajinan tradisional yang menghasilkan kain tenun dengan motif-motif unik dan warna-warna cerah.

Namun, seni ukir tetap menjadi identitas utama Jepara. Keberhasilan seni ukir Jepara tidak lepas dari peran serta masyarakat lokal yang terus melestarikan dan mengembangkan warisan budaya ini.

Banyak desa di Jepara yang bertransformasi menjadi pusat-pusat produksi ukiran, dengan sebagian besar penduduknya bekerja sebagai pengrajin.

Desa Mulyoharjo dan Desa Tahunan, misalnya, dikenal sebagai sentra ukir kayu yang memproduksi berbagai karya seni berkualitas tinggi.

Pemerintah Kabupaten Jepara juga memainkan peran penting dalam mendukung perkembangan seni ukir.

Berbagai program dan kebijakan telah diluncurkan untuk meningkatkan kapasitas dan kesejahteraan para pengrajin, termasuk pelatihan keterampilan, bantuan permodalan, dan promosi produk ke pasar global.

Festival seni ukir dan pameran kerajinan rutin digelar untuk memperkenalkan karya-karya terbaru dan mengapresiasi para pengrajin yang berprestasi.

Jepara, dengan segala keunikan dan kekayaannya, terus membuktikan diri sebagai pusat seni ukir yang tak tertandingi.

Di tengah arus globalisasi dan modernisasi, seni ukir Jepara tetap teguh berdiri sebagai simbol kebanggaan budaya dan identitas lokal.

Keindahan dan keahlian yang terkandung dalam setiap ukiran kayu Jepara adalah cerminan dari ketekunan, kreativitas, dan semangat masyarakatnya dalam menjaga warisan leluhur.

Dengan komitmen untuk terus berinovasi dan berkembang, seni ukir Jepara dipastikan akan terus bersinar dan menginspirasi generasi mendatang.

Penulis : Wail Arrifki

Editor : Ahmad Farisi

Step 1: **Identify the modal activity for the girls** The modal activity for the girls is the one that occurs most frequently. Step 2: **Identify the modal activity for the boys** The modal activity for the boys is the one that occurs most frequently. Step 3: **Confirm the modal activities** According to the provided information: - Girls: High ropes course - Boys: White water rafting

Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal!

Mengulik Sejarah Jepara sebagai Pusat Seni Ukir Kelas Dunia

Penulis: Brigitta Raras

Kabupaten Jepara terletak di Provinsi Jawa Tengah ini, terkenal akan ukiran kayunya yang indah. Bahkan, hasil kerajinan ukir kayu Jepara telah diekspor ke-113 negara. Jepara juga memiliki julukan “The World Carving Center” atau pusat ukir dunia.

Hal tersebut juga diperkuat dari penghargaan yang diraih Jepara, baik dalam dan luar negeri yang menyatakan Jepara sebagai kawasan terpadu penghasil mebel dan ukiran. Di Jepara, kegiatan memahat dan mengukir dalam menghasilkan mebel dan karya seni ukiran telah menjadi bagian dari budaya, seni, ekonomi, sosial, dan politik.

Kebiasaan ini menjadikan kemampuan mengukir semakin terasah dari para perajin. Nilai ini tentunya telah lama terbentuk dan tak terpisahkan dari akar sejarah. Mebel dan ukir Jepara memiliki sejarah yang cukup panjang dan diturunkan dari generasi ke generasi.

Mengutip dari Indonesia.go.id, bahwa legenda mengenai pengukir dan peluki zaman Raja Brawijaya dari Kerajaan Majapahit diceritakan secara turun temurun di Kota Jepara. Saking kuatnya legenda tersebut ditanamkan, maka sampai detik ini beberapa orang mempercayainya sebagai sejarah awal Jepara terkenal dengan ukirannya.

Kombinasi batik-tenun

Selain batik dan tenun, adapula kain hasil kombinasi keduanya. Bahan dasarnya adalah kain lurik dan dikerjakan dengan teknik tenunan sehingga metode batik tulis tidak dapat diaplikasikan.

Batik Tenun metode cap. (Sumber: Fitinline.com)

Batik Tenun metode sablon. (Sumber: Fitinline.com)

Caranya, kain lurik terlebih dahulu ditenun untuk kemudian ditambahkan motif batik dengan metode cap dan sablon. Jadilah batik dengan tekstur unik tenun khas Jepara!

Setelah membaca artikel ini, Anda sudah tahu, kan, harus membawa buah tangan apa jika mengunjungi Jepara? :)

Referensi: Fitinline.com, Kaintroso.com, Blog NgertiBatik

R. A Kartini dan seni ukir Jepara

Seni ukir Jepara | Foto: Indonesia.go.id

Sepeninggalan Ratu Kali Nyamat, perkembangan ukir Jepara terhenti dan stagnan. Kemudian, perkembangan mereka baru dimulai lagi pada masa Kartini. Sebagai tempat kelahirannya, Raden Ajeng Kartini membantu dan mengemabangakan bersama-sama seni ukir Jepara.

Kartini juga pernah menulis sebuah prosa berjudul Van een Vergeten Uithoekje atau Pojok yang Dilupakan. Prosa ini menceritakan mengenai tanah kelahirannya, Jepara, yang mempunyai banyak seniman ukir sejati. Ironisnya, banyak dilupakan orang dan tidak mendapatkan penghargaan yang berarti.

R. A. Kartini dan para perajin bersama-sama membuat ukiran, seperti meja kecil, pigura, tempat perhiasan, cenderamata dan lainnya yang kemudian dijual ke Batavia (Jakarta) dan Semarang. Hingga akhirnya, banyak masyarakat yang mengetahui kualitas karya ukir dari Jepara dan pesanan pun berdatangan.

Hasil produksi seni ukir Jepara pun semakin bertambah. R. A Kartini juga mulai memperkenalkan karya ukir Jepara ke luar negeri dengan memberikan cendera mata kepada teman-temannya di luar negeri.

Kartini pun gencar untuk terus mempromosikan dan menghubungi Oost en West (asosiasi kerajinan tangan) di Hindia. Kartini mendorong mereka semua untuk membantu mempromosikan produk seni ukir Jepara. Bahkan, R. A Kartini juga mengirimkan hadiah ulang tahun kepada Sri Baginda Ratu Wilhelmina di Belanda.

Seluruh upaya Kartini, berbuah manis. Permintaan melonjak berkali-kali lipat dan berhasil dijual dengan harga tinggi. Selain keberhasilan kerajinan ukir Jepara, kesejahteraan para seniman ukir di Jepara juga meningkat.

Legenda pengukir dan pelukis

Seni ukir Jepara | Foto: Kompas

Konon, dahulu seorang ahli lukis dan ukir bernama Prabangkara dipanggil oleh Raja Brawijaya, untuk melukis istrinya dalam keadaan tanpa busana sebagai wujud cinta dari sang raja.

Sebagai pelukis, Prabangkara harus melukis melalui imajinasinya tanpa boleh melihat permaisuri sang Raja tanpa busana. Prabangkara pun melakukan tugasnya dengan sempurna, tetapi tiba-tiba ada seekor cicak yang membuang kotoran dan mengenai lukisan tersebut hingga membuat lukisan permaisuri mempunyai tahi lalat.

Pada mulanya, sang Raja sangat puas dengan hasil karya Prabangkara. Namun, ketika melihat tahi lalat tersebut, sang Raja marah dan menuduh Prabangkara melihat permaisuri tanpa busana. Hal ini dikarenakan, lokasi tahi lalat persis dengan kenyataannya.

Akhirnya, Prabangkara dihukum oleh sang Raja dengan diikat di layang-layang, diterbangkan dan kemudian jatuh di daerah Belakang Gunung yang kini bernama Mulyoharjo, Jepara. Di sana, Prabangkara mengajarkan ilmu dan kemahiran mengukir kepada warga Jepara, dan tetap lestari sampai saat ini.

Ukiran Jepara sudah ada sejak zaman pemerintahan Ratu Kali Nyamat sekitar tahun 1549. Anak perempuan Ratu bernama Retno Kencono mempunyai peranan besar bagi perkembangan seni ukir. Kesenian ukir semakin berkembang pesat dengan adanya seorang menteri bernama Sungging Badarduwung yang berasal dari Campa, ia sangat ahli dalam seni ukir.